Setetes embun membasahi lembayung pagi.. dengan kemilau biasan cahaya surya ..
Suatu anugrah dari-Nya untuk dapat kita rasakan.. langkah angin membisik telinga lemah lembut desisnya ...
Pancaran mentari menebar senyum... Kerlingan cahayanya menyambut lembaran esok yang membawa perubahan dan keabadian cinta merangkai senyum yang tersembunyi di angan cakrawala,,
seakan mereka mengalunkan sebuah irama... melodi,,
tak kan pernah usai bercerita tentang dunia.. bercerita tentang takdir dan kehidupan makhluk-Nya seperti api abadi yang tak pernah padam ... seperti semangat ketegaran yang ku miliki untuk melawan derita ini...walau tak semudah membalikkan telapak tangan ...
by: emilda A.U
part 1
Di pagi yang cerah ini Reyza tak pernah absen untuk selalu mengejar bus karena dia selalu telat untuk bangun pagi. Berbeda dengan aku yang selalu datang 45 menit sebelum bel masuk meskipun rumahku jauh dibanding Reyza. Dia tak pernah berubah semenjak dari awal masuk sekolah. Apalagi lili dia adalah yang paaaaallllliiiing “wols” dari persahabatan kami. Satu lagi yaitu tyas bisa dibilang dia menjadi penengah antara kami berempat. Sifat kami sangat berbeda walaupun begitu kami saling melengkapi satu sama lain dari kekurangan masing-masing.
Dari keempat cewek tersebut. Reyza dan akulah yang memiliki sifat yang keras dan teguh pendirian. Namun sekeras apapun sifat yang aku miliki aku pernah merasakan yang namanya patah hati dan itu membuatku sangat trauma dengan hal itu .
Saat itu aku dan ketiga sahabat ku sedang mencari bahan tugas kelompok. Kami memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Saat Reyza dan Lili sedang berjalan didepan ku tiba-tiba kepalaku sakit aku tidak kuat menopang tubuhku dan...“Bruuuuckgg” aku terjatuh. Seketika tubuh ku lemas karena aku tidak kuat menahan rasa sakit yang sangat menyiksa ku. Lalu mereka bertiga tersentak kaget.
“Melodi!!!” .
“ Kamu nggak papa mel ? tanya Tyas”
“Iya Mel muka kamu pucat pasi kamu nggak enak badan?mending kita ke UKS kayaknya kamu nggak sehat gitu. Lili khawatir”
“ Aku nggak papa mungkin aku telat makan kali jadi lemes deh. Ucap ku menghindar!!”
Aku melihat 2 orang anak laki-laki berlari menuju diri ku .
“Kamu nggak papa Mel? Ucapan mereka hampir bersamaan ternyata Ditya dan Septian.”
“ Nggak usah lebay. Aku baik-baik aja.”
Dengan cueknya aku menjawab dan dengan sombongnya aku mencoba berdiri walau sebearnya aku sangat lemas.
Semenjak aku merasakan kepahitan cinta. Aku tak pernah peduli dan menutup hati ku untuk siapapun. Saat aku berjalan aku berkata dalam hati.
[“Aku ini kenapa ?kenapa tiba-tiba aku pusing dan ini tidak sekali 2 kali tapi berkali-kali. Anehnya lagi setiap aku minum obat sakit kepala sakitnya tambah parah. Apa yang sebenarnya terjadi pada ku. Ya Allah semoga aku tidak apa-apa” .]
Saat sampai di rumah kepala ku pusing lagi dan ini lebih parah dari sebelumnya. Aku merasakan sesuatu keluar dari hidungku.
“Hach.. darah!!. Aku kenapa? kepala ku sakit sekali Ya Allah. Darahnya nggak berhenti-berhenti !”
Untungnya saja aku masih kuat menuju ke kamarku . Setelah menuju ke kamar aku segera mambersihkan darah itu dan segera membaringkan tubuhku di atas ranjang. Aku mendengar ibu ku memanggilku
“ Mel kok langsung masuk kamar sih!!. Nggak salam ibu dulu.”
“Iya bu aku minta maaf. Melodi lagi nggak enak badan ..!!”
“Ooo,, ya sudah. Nanti minum obat ya bentar lagi kan ujian.”
Aku tidak menjawab karena aku masih lemas sampai-sampai aku tertidur. 2 jam berlalu. Ponselku berdering tanda pesan masuk. Aku terbangun namun pusing ku belum lekas pergi. Aku membaca pesan namun anehnya tiba-tiba pandangan ku kabur. (Aku tunggu kamu di depan sekolah besok....Septian). Lalu aku menjawabnya (ya..).
Selasa siang setelah jam istirahat karena gurunya sedang absen. Kami di beri tugas untuk mengerjakan soal latihan. Namun aku tidak memperhatikan apa yang disampaikan teman ku. Aku masih memikirkan sesuatu yang menimpa diri ku akhir-akhir ini. Reyza melihatku yang sedang tidak konsen kemudian dia menegurku.
“Mel kamu kenapa kok melamun shih ,, ngelamunin septian yach sama ditya???.”
“Huzh ngaco aja kamu kalau bicara.”
“Jujur deh sama kita sebenarnya kamu kenapa shih akhir-akhir ini ,aku perhatiin kamu sering banget melamun. Beda banget nggak kayak pertama kali kita kenal kamu ceria dan semangat.”
“Apa kamu punya masalah ?. Sharing donk sama kita-kita kalau kamu masih anggep kita sahabat.”
“Kalian semua pada ngaco deh. Aku fine-fine aja kok udah. Aku lagi BM doank nggak semangat aja!!. Nggak ada masalah. Nggak ada Ditya sama Septian. Nggak ada perubahan apapun dalam diri aku.”
Ketika aku mengalikan pandangan ke depan. Septian menghampiri ku. Dia memberiku sebuah gulungan kertas kecil dengan sangat malasnya aku membuka perlahan gulungan kertas itu .
(Jangan lupa nanti sepulang sekolah.)
Lalu Reyza,Lili,dan Tyas berebut mengambil gulungan kertas itu .
“C’iillleee Melodi ditunggu tu sama Septian di depan gerbang pulang sekolah.”
“Udah Mel terima aja barang kali dia mau nembak kamu.”
“Apa hebatnya juga. Mati donk kalau aku ditembak. Udah aku mau ke kamar mandi.”
Dengan cuek Aku langsung berdiri menuju ke kamar kecil. Saat hampir sampai ke kamar mandi aku berpapasan dengan Ditya. Aku memandangnya dengan pandangan sinis karena dia sering mengejekku. Lalu dia memanggilku.
“Mel tunggu !!!.”
“Appa ?.”
“Mel kamu kan pandai bahasa inggris. Mau nggak bantu aku translate ini?”
Dia menyerahkan selembar kertas biru .. saat aku hampir membukanya..
“Eiitz jangan di buka sekarang, nanti aja kalau di rumah sekalian kamu jawab yach !!! .”
“Ya..” aku mencoba berlalu
“Cuek banget shih jadi cewek.” Dalam hati ditya bergumam (tapi secuek apapun kamu Mel. Aku tidak akan menyerah untuk dapat mengatakan isi hati ku yang sesungguhnya sama kamu .)
Aku segera menuju kekamar mandi karena aku sudah merasakan sakit ini datang lagi. Aku seperti sekarat di dalam kamar mandi. Aku merasa tidak kuat lagi. Rasanya kepala ku terkena palu godam. Darah yang keluar dari hidungku tercecer dilantai kamar mandi.Ya Allah kenapa penyakit ini datang lagi ... Sakiit ... saaaakkkiiiiiittt !!! pusing sekali kepala ku. Sampai-sampai aku tidak kuat mengambil gayung di hadapan ku waktu itu. Aku masih bisa bertahan untuk beberapa saat. Setelah beberapa menit aku merasakan sakit yang luar biasa. Sakit itu perlahan menghilang namun darah yang keluar dari hidung ku tak kunjung berhenti. Tanpa kusadari darah itu menetes di lengan seragam putih ku. Aku tak menyadari itu sampai aku menuju ke kelas.
Aku memulai mengerjakan tugas dari mem Lusi. Saat tanganku ku letakkan di atas meja Lili mengetahui itu.
“Mel lengan baju mu kenapa ada nodanya? Kok merah. Kayaknya itu darah deh ???.” Mencoba menyentuhnya namun segera ku sembunyikan.
“Ooo nggak kok tadi pagi kena caos sambel. Ya udah ya aku ngerjain tugas dulu.”
Mungkin Lili masih penasaran dengan noda dilengan baju ku namun aku tak mau teman-temanku mengetahui apa yang sedang terjadi pada ku .
Bel pulang berbunyi. Aku berpamitan dengan sahabat-sahabatku. Setelah aku agak jauh dari mereka. Mereka membicarakan sesuatu dan terlihat rahasia sekali. Namun aku tak yakin apa yang sedang mereka bicarakan.
“Kalian tau nggak. Aku tadI lihat darah di lengan baju Melodi!!!.”
“Hah darah !!! nggak mungkin kali Li. Barang kali itu saos sambel ?.”
“Iya kali kamu salah lihat mungkin Li?.”
“Nggak mungkin Za ..Yas!! terus kalau itu saos kenapa tadi waktu aku mau megang tangannya itu dia sembunyiin??. Pasti itu darah tapi darah siapa juga. Aku lihat saat dia mau ke kamar mandi lengan bajunya bersih-bersih aja kok!!!. Masa abis dari kamar mandi ada sih.”
“Kamu kira Melodi vampir apa ngisep darah??”
“Kebanyakan liat twilight shih kamu jadi halusinasnyai kamu bawa ke Melodi??”
“Dibilangin nggak percaya. Ya udah..”
Septian sudah menungguku di depan gerbang. Aku menghampirinya. Ku lihat dia membawa sesuatu di tangan kanannya. Aku tak tahu secara pasti karena dari kejauhan.
“Eh Melodi ,,!!!”
“Kamu mau ngomong apa?? Aku nggak punya banyak waktu tugas ku banyak jadi cepetan ya??”
“Iya iya sabar dikit kenapa?? Sebenernya.... karena ini terlalu penting jadi aku tulis aja di surat ini.”
Belum sempat aku mengambilnya aku melihat Ditya berjalan di depan ku. Dia menatap Septian dengan pandangan sinis seakan dia menyimpan dendam dengan Septian. Lalu aku membuyarkan suasana yang membosankan ini.
“ Mana ??.”
“Oo ya ni, baca ya jangan sampai nggak di baca?”
“Bawel.”
Aku segera melanjutkan langkah ku untuk pulang. Dan terdengar sayup-sayup dia berbicara. Namun aku tak memperdulikan itu.
Part 2
Saat sampai dirumah. Aku membuka surat dari Ditya dan Septian. Aku bingung harus buka yang mana terlebih dahulu daripada pusing lebih baik ku buka dua duanya sekaligus. Aku membaca surat dari Ditya terlebih dahulu.
Hi mel...
Before ... i don’t know to start this where... but i want to the point “i like n very love you” would you be girlfriend? Everyday i’m always think about you ,i’m fussy to eat ,i’m fussy to sleep. You always haunting me in my dream,your face always come and you smille to me.
Mel can you hear my heart? Can you give me mean about this? Do you know? Your smille is my happiness , your sad is my hurt,and your cry is my death. Mell... please ..do you feel same case? I’m serious...
Waiting your reply
Who loves you
Surat ke dua dari Septian
Yang tercinta
Melodi
Ketika memandang keindahan malam aku melihat paras mu ,di langit yang penuh dengan kilauan bintang ,, ketika aku membaca ayat ayat-Nya dan sedang menjalankan perintah-Nya aku merasakan kamu di samping ku,ketika ku terbangun dari tidur ku aku membuka jendela kulihat kau berlari di depan ku dan melambaikan tangan kepada ku.
Melodi nama mu menggetarkan irama jantungku ,merasuk dalam fikiran ku dan terukir di hati ku. Saat itu aku terbangun dari mimpiku bahwa aku terlanjur menyayangi dan mencintai mu. Maukah kamu menjadi selir hati ku untuk sepanjang waktu ku..??
Yang menyayangimu
Aku tak berekspresi melihat surat-surat dari mereka berdua. Lalu ku selipkan itu di lebaran buku dairy ku. Aku memandang itu hal yang tak memilki arti sama sekali dan itu sangat membosankan bagi ku. Lalu tiba-tiba terpikir dalam benakku untuk berbicara ke ibu atau tidak. Kejadian yang menimpa ku akhir-akhir ini. Tetapi aku takut jika memang ini penyakit. Aku akan menyusahkan orang tua ku dan bisa jadi biayanya sangat mahal. Aku tak ingin meyusahkan mereka terus. Mereka selalu memberikan apa yang menjadi kebutuhan ku. Apa yang aku minta dan apa yang aku inginkan selama ini. Aku tak mau membenani mereka. Akhirnya aku memutuskan untuk merahasiakan ini dari siapapun.
Disaat aku sedang terhanyut dalam aliran halusinasi ku. Ponsel ku berbunyi ternyata Reyza .
“Assalamualaikum ... hallo Mel kamu lagi sibuk nggak?.”
“Waallaikumussalam.. kebetulan nggak Za. Ada apa memangnya?.”
“Temenin aku yuk!!! Ke toko buku. Lagi boring nich di rumah mending jalan-jalan refresing.”
“Ya bentar yach aku datang setengah jam lagi.”
“Ok aku tungu yach??.”
“Iya.”
Aku bergegas pergi kerumah Reyza. Saat di tengah perjalanan aku menabrak seseorang. Emosi ku hampir meledak tapi aku tak seharusnya seperti itu karena saat itu aku juga yang salah. Aku tidak memperhatikan langkah ku. Aku terjatuh dan dia bertanya pada ku. Sepertinya aku mengenal suara itu. Ketika aku melihat ke atas. Ternyata itu Septian. Dia mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Tanpa ku sadari pikiran ku melayang melihat wajahnya. Seperti ada sihir yang membuatku tidak sadarkan diri. Dia menegurku sekali lagi dan seketika lamunan ku buyar .
“Owh ... aku nggak papa. Maaf ya aku tadi nggak sengaja nabrak kamu.”
“Iya nggak papa kok Mel nyantai aja. Lagian juga nggak saki. Kamu mau kemana kok kayaknya buru-buru sekali sih??.”
“Aku mau ke rumah Reyza .” lalu aku melirik arloji aku hampir telat dan tandanya aku harus mengakhiri percakapan singkat ini.
“Maaf yach aku ditunggu sama Reyza.”
“Eeh bareng aja kita kan sejalur .”
“E..emm.. ya !!”
Setelah beberapa langkah suasana menjadi hening. Hanya terdengar kicauan burung dan semilir angin yang berhembus mengiringi langkah kami berdua. Tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami . Aku tak mampu memandang matanya sesekali. Aku ingin mengatakan sesuatu. Tetapi aku tak mampu seakan mulut ku ini terkunci dan kuncinya hilang entah kemana. Namun diantara keheningan ini ternyata dia yang pertama memecah kecanggungan ini. Dia menanyakan sesuatu dan mencoba menghentikan langkah ku. Dia menanyakan surat yang ia berikan tempo hari kepada ku.
Aku terdiam beberapa saat. Mau tidak mau aku harus menjawabnya .
“Ian sebelumnya aku minta maaf banget. Mungkin jawaban ku ini nggak sesuai dengan apa yang kamu harapkan. Aku nggak mungkin suka sama kamu aku hanya menganggap kamu sebagai temanku yang terbaik. Teman yang selalu ada buat ku. Kamu terlambat dengan semua ini. Hati ku tidak dapat merasakan rasa itu kembali.”
“ Tapi aku nggak peduli degan apa yang kamu katakan saat ini Mel. Aku tak akan gentar dengan semuanya.”
“Maaf tapi aku harus pergi. Kita bahas lain kali yach kalau ada waktu”
Aku melanjutkan langkah ku namun dia masih tertegun dan masih memandangi ku menjauh darinya. Sebenarnya aku pernah menyukainya tetapi aku harus konsisten dan mencoba untuk menekan rasa ini. Agar depresi ku hilang sepenuhnya. Pagar rumah Reyza telah terlihat aku masuk kedalam. Reyza telah menunggu agak lama. Itu semua terlihat dari raut wajahnya yang sedikit tak bersemangat. Aku mencoba tersenyum kepadanya dan kekhawatiran ku mulai sirna saat dia membalas senyuman ku. Tanpa basa-basi kami menuju halte bus. Di dalam bus ia menanyakan sebab ku terlambat. Aku menceritakan semua yang terjadi. Dia menyarankan agar aku bisa mebuka hati ku untuk cowok lain.
“Mel relakan Adit tenang di alam sana. Biar lah dia bisa melihat kamu bahagia bersama orang lain.”
“Seandainya kalau dia nggak mati. Mungkin saat ini aku masih bisa memaafkan semua kesalahannya dan masih mempertahankan hubungan ku. Walau dia udah nyakitin aku di depan mata ku sendiri.”
Harapan ku. Aku dapat merelakan masa lalu ku. Masa lalu ku yang indah lalu berubah menjadi kesedihan yang mendalam karena dia pergi membawa cinta ku untuk selamanya. Dia tega membiarkan aku sendiri. Aku masih mempertimbangkan apa yang Reyza bicarakan .
Aku dan Reyza turun dari bus dan sampai di toko buku. Kami berpencar untuk melihat-lihat buku. Langkaku menuntunku ke deretan novel remaja. Aku tertarik dengan sebuah buku. Ketika aku mengambil buku itu seseorang didekatku juga mengambil buku yang sama. Aku memarahinya tanpa melihat wajahnya. Saat aku memalingkan wajahku menatap wajahnya ternyata itu Ditya. Dia memandang ku namun aku berusaha melepaskan genggaman tangannya lalu ia mulai tersadar.
“Oh sorry sorry terlalu terhanyut dengan keadaan.”
“Iya nggak papa.”
“Sendirian aja. Makan yuk!!.”
“Ooch nggak-nggak aku sama Reyza .”
Lalu Reyza mendekati ku dari belakang.
“ Ooch Ditya ternyata.”
“Udah-udah kamu udah dapet bukunya ??. Ayo pulang!!!.” aku menarik tangan Reyza dan mencoba menghindari Ditya.
“Kamu kok gitu shih mel. Kapan kamu bisa buka hati kamu buat cowok lain. Dan merelakan kepergian Adit”
“ Aku nggak bisa Reyza aku nggak bisa.Tanpa terasa air mata ku terjatuh. Kamu nggak akan pernah bisa merasakan apa yang pernah aku rasakan. Sakit Za!! sakit banget rasanya. Kenapa disaat aku mencinta mereka tak pernah serius mencintaiku dan pergi tanpa meminta maaf untuk selama-lamanya. Tapi kenapa saat aku telah terjatuh dan susah untuk bangkit. Aku terperosok sedalam-dalamnya mereka bersusah payah untuk menyelamatkan ku ?? apa itu tidak terlambat namanya .. tiap detik, tiap menit, tiap jam,bayangkan Za. Aku bersusah payah untuk merelakan masa lalu ku yang pahit dan memaafkan semuanya tapi apa?? sakit itu menjadi bumerang bagi ku untuk membenci setiap laki-laki... dan........ aaa...aaa....acch aaaachh aduh ..”
“Kamu kenapa Mel??. Mel jangan bkin aku khawatir dong.”
Perut ku sangat mual. Aku muntah-muntah lalu aku pingsan. Reyza membawa ku ke rumah sakit. Aku tersadar dari pingsan ku. Selama aku masih diruang perawatan tiba-tiba pandangan ku kabur dan kepala ku masih pusing. Beberapa saat kemudian terdengar sayup-sayup beberapa orang yang menangis disamping ku. Aku mencoba menbuka mata ku. Namun sepertinya mata ku masih enggan membantuku melihat secara jelas siapa yang berada di dekat ku .
Setelah aku mencobanya berkali-kali. Aku berhasil membuka mata ku dan melihat dengan jelas. Ternyata itu teman-teman ku dan kedua orang tua ku. Ku lihat ibu menangis tersedu di sampingku. Nampaknya ibu tidak bisa mangatakan apapun tentang apa yang sebenarnya terjadi pada ku. Lalu ku alihkan perlahan pandanganku kesamping kanan ada sahabat-sahabat ku yang menangis tanpa henti. Tanganku sulit sekali untuk ku gerakkan.
Semula aku ingin tersenyum dan mencoba untuk menegarkan mereka semua. Tetapi semuanya telah sirna. Aku hanya bisa menangis dengan keadaan ku saat ini yang bagaikan mayat hidup tanpa ada yang bisa aku lakukan sama sekali. Aku sangat terkejut semula aku sehat-sehat saja dalam hitungan jam aku terkapar. Seperti malaikat maut menanti ku. Aku mencoba untuk menggerakkan tangan ku. Tyaz menangkap apa yang aku perlukan saat itu lalu tangan ku diselipkannya sebuah pena dan selembar kertas kosong. Lalu aku mencoba menulis sesuatu ... Ketika ibu melihat tulisan ku yang jauh berbeda dengan tulisan ku sebelumnya. Dia tidak kuat menahan tangis. Akhirnya ibu berlari keluar lalu ayah mengikutinya. Lalu aku melirik Reyza. Dia terlihat tidak kuasa mengatakannya dia hanya menangis dan menangis. Aku melihat ke arah Lili. Terlihat dia menggelengkan kepala. Kunci terakhir ada pada Tyaz. Dia mencoba mengatakan. Sepertinya lebih baik dalam bentuk tulisan(kamu divonis dokter mengidap penyakit kanker otak stadium lanjut). Aku membaca tulisan itu seperti ada petir yang menyambar tubuh ku hingga tak bernyawa. Menggelegar menyambar-nyambar dan seperti harapan ku selama ini terhantam oleh badai dahsyat. Aku ingin teriak sekeras yang aku bisa. Aku tak kuasa dengan keadaan ku yang terkapar saat ini. Aku ingin melampiaskan kemarahan ku melampiaskan kesedihan,kepasrahan,dan kelemahan ku saat ini. Namun itu hanyalah sia-sia semata.
Penyakit ini tidak menular namun dapat mematikan penderitanya karena sel kanker cepat sekali pertumbuhannya. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan namun bisa memperpanjang hidup penderitanya dengan melakukan terapi
“ Melodi kamu besok harus terapi jadi kamu harus istirahat yang cukup”
“Melodi kamu nggak boleh bicara kayak gitu Mel. Ini juga demi kebaikan kamu .”
“Iya mel kita semua belum siap bila harus kehilangan kamu secepat ini. Kami menyayangimu mel.”
part 3
Aku belum bisa menerima semua ini. Akibatnya beberapa hari terakhir keadaan ku semakin memburuk. Lebih buruk dari sebelumnya. Penyakit-penyakit baru timbul. Semua teman ku tidak tega melihat keadaan ku yang semakin kritis. Mereka mencoba untuk membujukku mengikuti terapi. Awalnya aku masih mengelak. Lama- kelamaan penyakit ini sangat menyiksa. Sedikit demi sedikit menggerogoti semangatku untuk terus berjuang melawannya. Hingga akhirnya aku menuruti perkataan mereka.Setelah satu bulan lamanya aku berada dirumah sakit. Kesehatan ku membaik. Walau aku harus rajin mengikuti terapi dan meminum obat yang dulu menjadi musuh sekarang menjadi sahabat setia ku.
Pagi itu aku mengawali aktifitas yang selama ini terganggu karena penyakit ku ini. Rasanya aku seperti murid baru di sekolah ku sendiri yang sudah 2 tahun mengantarku untuk meraih masa depan gemilang ku. Setiap aku melangkah semua yang berada didekatku melihat dengan tatapan iba. Seakan aku manusia termalang di dunia. Air mata yang selama ini enggan keluar kini tidak segan-segan untuk menetes. Lalu ke 3 sahabat ku menjemputku dan membantu menopang tubuhku yang tidak sekuat sedia kala. Seaakan mereka merasakan penderitaan yang sama.
Saat aku memasuki kelas aku sangat terkejut. Aku sangat terharu melihat teman-teman sekelas ku menyerbu dan berebut untuk dapat memelukku. Mereka semua membawakanku hadiah hingga aku tak kuasa menahan tangisan haru. Selama ini aku kira mereka teman-teman yang sangat cuek dan tidak peduli dengan ku karena sifatku yang cuek dengan mereka semua. Namun saat itu aku keliru. Aku telah merasakan suatu kebersamaan yang tak pernah ku dapatkan selain dari 3 sahabat ku sendiri. Tangisan ku semakin keras karena aku terbayang bila dalam waktu yang singkat. Aku akan pergi meninggalkan mereka semua ,meninggalkan kasih sayang mereka,meninggalkan dukungan dan semangat mereka untuk memberikan semangat ku untuk hidup dan berjuang melawan penyakit mengerikan ini.
Ditengah-tengah suasana yang campur aduk ini. Tiba-tiba ada keributan di luar kelas ku. Karena aku sulit untuk berdiri ke 3 sahabatku senantiasa dan senang hati membantuku berdiri melihat keributan yang terjadi.
Ternyata itu Septian dan Ditya. Reyza menyerahkan aku kepada Lili dan Tyaz karena dia mengetahui persoalan apa yang membuat Septian dan Ditya berkelahi.
“Stop hentikan ... kalian ini seperti anak kecil saja pernah nggak kalian berfikir?. Dia malu tau nggak direbutin kalian berdua di depan orang banyak kayak gini. Hello0o. . . sadar nggak kalian ini sekolah bukan arena berkelahi.”
“Dia nich yang mulai duluan. Gue yang pertama kali ngedeketin Melodi malah dia yang selalu cari perahatian sama Melodi. Balik aja sono sama mantan lo yang sok cantik itu.”
“Hey bray jaga omongan lo yah.”
“Stop mau kalian ini apa shih heee?? Asal kalian tau ya kalau si Melodi itu lagi sakit. Dia divonis dokter mengidap kangker otak stadium lanjut dan sel kankernya udah menjalar kemana-mana. Umurnya tinggal beberapa minggu lagi dan dia makin menderita kalau sampai dia lihat kalian yang nggak gentle jadi cowok.”
“Apa? Melodi terkena kanker ??. Sekarang dimana dia??”
“Di kelas. Mau ngapain kalian??”
Lalu mereka berdua berlari menemui ku. Namun saat itu penyakit ku datang lagi kepala ku pusing. Aku muntah-muntah dan pandangan ku kabur. Aku semakin lemah dan terjatuh. Aku segera dilarikan kerumah sakit. Aku mendapatkan perawatan yang intensif dari pihak medis. Keadaan ku sangat kritis denyut nadi ku sangat lemah.
“Andaikan saja kita tau keadaan Melodi yang sebenarnya. Kita nggak bakal memperparah keadaannya sekarang.”
“Gue minta maaf sama lo. Semenjak kita menyukai Melodi. Andaikan saat itu di antara kita ada yang mengalah untuk merelakan buat dapetin Melodi. Mungkin dia nggak bakalan kayak gini. Dan gue ngerelain lo sama Melodi. Bahagiakan dia Ian”
“Iya gue maafin lo kok Dit. Kita saling ngutamain ego kita masing-masing dan akibatnya persahabatan kita yang hampir 2 tahun ini hancur hanya gara-gara kita menyukai cewek yang sama. Terima kasih ya?”
“Sama-sama.” Reyza mendengar kata-kata mereka berdua lalu ia muncul dari belakang mereka berdua
“ Aku seneng liat kalian yang akur lagi .”
“Maafin kita juga ya Za??.”
“Iya gue maafin kok. Tapi kalian harus meminta maaf kepada Melodi karena dia yang seharusnya memberi maaf kepada kalian.”
“Iya.. pasti Za.”
Selama 3 jam aku kritis lalu aku tersadar dan saat itu disebelah kanan ku ada Septian dan di sebelah kiri ku ada Ditya. Mereka tertidur dan seraya menggenggam erat tangan ku yang tak berdaya ini. Ku coba untuk menggerakkan jemariku dengan harapan aku dapat membangunkan mereka. Akhirnya mereka berdua bangun mereka meminta maaf kepada ku namun aku telah memaafkan mereka dari dulu. Mereka saling menanyaiku apa yang aku mau. Aku hanya ingin minum. Mereka berdua adu cepat sehingga gelas yang membawa seteguk air ku pecah untungnya saja ada beberapa air mineral. Mereka saling membawakannya untuk ku minum. Karena aku bingung akhirnya aku meminumnya satu persatu dari botol yang mereka bawa.
Mereka tak pernah absen untuk selalu mengunjungi ku di Rumah sakit. Secara bergatian mereka mengajakku berjalan-jalan dengan mendorongku di kursi roda. Seakan mereka tidak pernah lelah untuk menjadi malaikat penjaga ku. Seumur hidup ku aku tak pernah merasakan hal yang sangat membuat ku seberuntung ini.
Hari itu jadwal ku berjalan-jalan dengan Septian. Dia mengajakku ke sebuah taman belakang rumah sakit yang belum pernah ku jumpai sebelumnya. Saat itu pukul 16.30 WIB. Tak pernah ku duga pemandangan disini sangat menakjubkan karena aku dapat melihat matahari terbenam
yang menyelinap di balik perbukitan.
.Aku merasakan tangannya mengusap lembut rambut ku dan dia membisikkan sesuatu disampingkuu.
“Ketahuilah kamu mel.... selama kamu tak lagi secantik saat pertama kali ku temui...tak seceria saat ku perhatikan diam-diam di tempat dudukku waktu di kelas...tak dapat lagi tersenyum ketika aku membantu mu membawakan tumpukan buku-buku perpustakaan... dan semua hal yang menakjubkan yang ada pada dirimu...
Aku akan tetap menyayangi mu dan selalu menganggap kamu ada dalam hati. Karena itu sebabnya aku mencintaimu..”
Aku sangat terkejut dia menggendongku dan menidurkanku dalam pangkuannya. Aku meminta sebuah kertas padanya dan mencoba menulis sajak-sajak yang terbayang dalam pikiranku.
Sebuah hal kecil...
Yang tak ku yakini akan kekuatannya...
Yang pernah ada di dalam hidup ku...
Yang pernah memberikan warna dalam hidup ku...
Yang sampai saat ini adalah sebuah hal mustahil untuk ku genggam kembali
Hilang ...
Sirna ... ketika ku tatap matanya
Ketika ku tanya mengapa?
Ia tak bergumam ..
Membisu seribu bahasa ..
Lalu...
Ia datang ....
Menjelma menjadi sebuah alunan...
Alunan merdu bait bersajak ..
Sebuah melodi menjebak
Menjebakku dalam pilihan yang rumit
Antara kamu dan dia...
Terima kasih ...
Untuk segalanya..
Nampaknya peri-peri ..
Bunga-bunga ...
Nyanyian surga .. telah menanti kedatangan ku..
Terima kasih ...
Untuk sebuah hal kecil ...
Sebuah hal kecil yang disebut CINTA
Terakhir kali ku tatap mata Septian yang terlelap karena keletihannya menjaga ku. Aku tersenyum akan hal itu. Aku ingin menangis karena aku tak dapat lagi melihat senyumnya yang manis, melihat kepedulian yang selalu ia berikan kepada ku. Melihat semua hal tentang dirinya. Namun aku mulai tersadar dan aku harus pergi meninggalkan “CINTA” ku untuk selamanya.
Selamat tinggal ayah.. selamat tinggal ibu... selamat tinggal sahabat-sahabatku...selamat tinggal “CINTA” perlahan mata ku terpejam untuk selamanya. “CINTA” ku mungkin tak kan pernah tersampaikan. Semoga kalian mendapatkan cinta yang lain yang lebih memberikan sebuah kebahagiaan di hari nanti. Aku akan mengejar cinta ku yang kekal di alam sana. Izinkanlah aku menjadi kenangan yang terindah dalam hidup kalian semua. Kalian adalah hal yang terbesar yang pernah ku miliki dan kini aku percaya akan kekuatan “CINTA” .
By : emilda
THE END
Mohon maaf bila ada kesalahan dalam bentuk apapun karena penulis dalam tahap belajar. Atas perhatiannya Terima kasih
0 VOICES: